MALAM beranjak larut. Namun, studio musik yang berada di lantai 2 Kedai Kreasi masih begitu ramai. Sejumlah orang masih sibuk dengan aktivitas bermusik. Di sana terdengar musik pop yang mengalun dan diputar berulang-ulang.
Sesekali alunan musik berhenti. Suasana berganti obrolan. Penuh canda. Namun, yang dibahas adalah musik yang mereka mainkan malam itu. Sebentar kemudian musik yang mereka mainkan kembali mengalun. Enak didengar. Di tengah-tengah lagu, muncul kejutan. Tidak sekadar pop, namun juga kolaborasi dari genrejazz, rap, alternative rock, beatbox, klasik, dan hardcore.
Ya, itulah gambaran aktivitas para musisi yang tergabung dalam Surabaya Voice. Mereka 12 orang. Malam itu mereka sedang menyanyikan single terbaru berjudul Menjemput Masa Depan. Bagi mereka, itu merupakan proyek spesial. Nanti hasil penjualan album mereka sumbangkan ke yayasan sosial. Salah satu di antaranya, Advokasi Sadar Autisme (ASA). ’’Ini proyek sosial yang kami garap bersama-sama,’’ ujar Vembriona Kusumaning Edy, salah seorang anggota kelompok tersebut.
Dia mengungkapkan bahwa musik adalah napasnya. Saban hari yang diutak-atik hanya musik. Mulai mengikuti konser, menciptakan lagu, hingga mengajar musik di sekolah.
Karena itu, Vembriona berpikiran bagaimana agar aktivitasnya tersebut lebih memberikan manfaat. Terutama bagi orang-orang yang membutuhkan. Pemikiran itulah yang menyatukan penyanyi dari berbagai genre dan lintas usia tersebut. ’’Awalnya kami memang nggak kenal satu sama lain. Sekadar tahu,’’ ungkap perempuan yang akrab disapa Nonon tersebut. Kesamaan pandangan yang membuat jumlah anggota kelompok tersebut bertambah. Akhirnya menjadi 13 orang.
Selain Nonon, mereka adalah Sarah Suhada, Eltikei, Kin ’’GEA’’, Raymond Jonan, Mardavia Edy, Andrew Putpax, Bodas, Tiara Degrasia, Ali Ghali, Dini Rambu Piras, Jhagad Mahagita, dan Sol Amrida.
Pada pertengahan 2016, mereka mengadakan pertemuan. Ngobrol-ngobrol singkat, mereka lantas menelurkan misi untuk membantu sesama. Karena itu, lagu-lagu yang mereka ciptakan punbanyak berisi motivasi dan semangat.
Seperti halnya single pertama berjudul Menjemput Masa Depan. Lirik lagu yang ditulis Sol Amrida sebenarnya terdengar ringan. Saat mendengarkan lagu, seseorang terasa diberi ’’sengatan listrik’’. Liriknya menggugah semangat untuk meraih masa depan. Keterbatasan yang dimiliki seseorang seharusnya tidak menjadi penghalang untuk meraih cita-cita. Dalam bentuk apa pun dan kapan pun.
Ide lirik lagu juga mereka dapat dari pengalaman sehari-hari. Mereka sering merinding saat bertemu dengan anak- anak berkebutuhan khusus (ABK). Dengan penuh semangat, penyandang disabilitas tersebut selalu punya cara tersendiri yang unik. Karena itu, semangat mereka harus terus dibangkitkan. ’’Kami berharap, dengan lagu ini, nggak hanya kami, orang lain juga ikut bergerak membantu,’’ ungkap alumnus Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut.
Bagi mereka, bukan perkara mudah pula mengumpulkan anggota Surabaya Voice full team dalam satu waktu. Mereka memiliki kesibukan masing-masing sehingga jarang bisa berkumpul 12 orang lengkap.
Dalam suatu hari, terkadang hanya 2–4 orang yang bisa bertemu di base camp, yakni di Kedai Kreasi. Satunya bisa bertemu saat siang hari, tapi yang lain hanya punya waktu free saat malam. ’’Susah banget pokoknya kalau buat janji harus berkumpul lengkap. Paling mentok sembilan orang. Itu sudah pecah rekor,’’ ungkap Nonon, lantas tertawa. Namun, mereka selalu intensberkomunikasi lewat media sosial.
Kendala itu dirasakan betul saat proses rekaman. Lantas, bagaimana sampai mereka berhasil merilis single Menjemput Masa Depan? Setelah lirik lagu diciptakan dalam dua minggu pertama, mereka harus menyusun trik untuk mengantisipasi kendala tersebut.
Rekaman dilakukan secara terpisah. Satu penyanyi mendapat jatah 4 track. Dengan begitu, totalnya 48 track. Setiap penyanyi mengisi lagu sesuai dengan genre yang dikuasai.